Maqam tertinggi dari seorang Salik (Penempuh Jalan Ruhani) adalah ketika secara bulat menyerahkan seluruh urusan hidupnya pada Allah. Siapapun yg menyerahkan pengaturan dirinya kepada Allah, maka Allah SWT akan memberikan pengaturan terbaik untuknya (al-Tanwir fi isqath al-Tadbir karangan Ibn AthaiLlah).
Bentuk berserah diri kepada Allah persis seperti awal shalat. Takbir berarti mengakui bahwa hanya Allah yang Maha Besar. Laa Quwwata illa biLlahi. Do’a iftitah mengajarkan untuk menyerahkan seluruh diri kita, fisik, perasaan dan pikiran, kepada Pencipta langit dan bumi, dan agar kita termasuk dalam orang yang lurus dan berserah diri (haniifan musliman) dan bukan termasuk orang yang musyrik. Selanjutnya menandaskan bahwa seluruh shalat, ibadah, hidup dan mati hanya untuk Allah Rabb semesta alam, dan kita tidak pantas mensekutukan dengan sesuatupun, dan demikianlah kita diperintahkan dan semoga kita termasuk orang yang berserah diri.
Sadari sikap ini dengan sepenuh pikiran dan perasaan, siap diatur oleh Allah SWT. Hanya Allah tempat bergantung sedangkan diri kita tidak ada apa-apanya. Ketika kita menggantungkan hanya kepada Allah (1) dan kita menisbikan diri (0) maka kita jumpai 1 dibagi 0 adalah tidak berhingga.
Seorang ustad ditanya oleh jama’ah pengajian ibu-ibu, “apa hukumnya melahirkan dibantu dokter pria sedangkan ada dokter wanita?”. Sang ustad mengatakan, “Bayi gajah jauh lebih besar dari bayi manusia, dan lubang keluar bayi gajah tidak lebih besar dari lubang keluar bayi manusia, tetapi tidak ada bayi gajah dilahirkan Cesar. Sedangkan manusia sekarang lebih 50% melahirkan bayinya dengan cesar”.
Ketika manusia bergantung dan mengandalkan kepada selain Allah, maka Allah akan menyerahkan urusan dan hasilnya pada apa yang ia gantungi. Selanjutnya hidupnya hanya akan mengikuti kaedah sebab-akibat belaka, yang lemah tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Sebaliknya, dengan mengandalkan pertolongan Allah berarti kita mengandalkan kekuatan yang tak berhingga sebagaimana nabi Musa menyeberangi laut Merah, nabi Ibrahim tidak terbakar api, umat Islam mampu memimpin peradaban dunia selama 700 tahun, dan Rasulullah SAW dari seorang diri hingga kini lebih dari 1,5 miliar manusia beriman kepada Allah SWT.
Bagaimana prakteknya?
Menyerahkan pengaturan pada Allah berarti menempuh jalan Allah. Jalan lurus, jalan yang Allah berikan ni’mat, jalan para nabi, shiddiqiin, jalan para syuhada dan orang-oang shalih. Siapa yang menempuh jalan ini akan mendapatkan kebahagiaan dan keni’matan haqiqi, menjumpai surga dunia sebelum pada akhirnya memasuki surga akhirat yang abadi.
Menyerahkan pengaturan pada Allah berarti menempuh jalan Allah. Jalan lurus, jalan yang Allah berikan ni’mat, jalan para nabi, shiddiqiin, jalan para syuhada dan orang-oang shalih. Siapa yang menempuh jalan ini akan mendapatkan kebahagiaan dan keni’matan haqiqi, menjumpai surga dunia sebelum pada akhirnya memasuki surga akhirat yang abadi.
Menyerahkan pengaturan kepada Allah berarti tidak akan mengambil jalan yang tidak diridhoi Allah, memaksakan segala cara untuk memuaskan nafsunya semata.
Menyerahkan pengaturan pada Allah berarti melakukan ikhtiar secara maksimal. Ia menyadari bahwa, setelah menyerahkan pilihan hidup dan pengaturan urusannya kepada Allah, kewajibannya hanyalah menjalankannya dengan sepenuh tenaga, segenap fikiran dan kesungguhan. Barulah ia boleh tawakal dengan ikhlash dan penuh ridho, mengembalikan hasilnya kepada Allah. Dan selanjutnya kembali siap mendapatkan arahan untuk pengaturan selanjutnya.
Menyerahkan pengaturan kepada Allah bukanlah menjadi berkinerja rendah. Sebagaimana, salah satu definisi zuhud, sebagai salah satu sifat utama seorang salik, adalah “hariitsun ‘ala maa yanfa’uh” atau getol bersungguh-sungguh pada hal yang bermanfa’at. Hal ini menjelaskan bahwa, orang yang bekerja dengan motivasi keimanan seharusnya melahirkan kinerja yang jauh melampaui orang yang bekerja dengan motivasi keduniaan.
Serahkan pengaturan pada Allah dan bersiaplah memasuki Dimensi Quantum (Dimensi Keimanan) yang luar biasa. Bersiaplah menyaksikan kuasa Allah wujud dalam keseharian kita. Bersiaplah menempuh jalan spiritual yang berisi keni’matan haqiqi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar