Rabu, 10 Juli 2013

Marginal Utility dalam Kehidupan

Masih ingat dengan The Law of Diminishing Return atau Marginal Utility yang kita pelajari waktu di SMP/SMA dulu? Semakin banyak sendok nasi yang kita makan, kenikmatannya akan terus menurun. Hal yang sama terjadi, kenikmatan mengendarai mobil baru, awalnya enak dan nyaman lama kelamaan menjadi biasa. Sebaliknya jika harus turun kelas, naik mobil yang nggak enak, awalnya akan merasa tidak enak dan mau muntah, namun lama kelamaan akan terbiasa, jadi enak juga.
Seseorang yang sebelumnya pake Mercedes E Class, siapapun tahu ini mobil paling nyaman di kelasnya. Karena sesuatu dan lain hal ia harus ganti menjadi Kijang Kapsul baru 2000 cc. Apa yang terjadi? Ia dan seluruh keluarga merasa tidak enak bahkan sebagian lagi merasa pusing dan mual. Namun lama kelamaan menjadi terbiasa dan bisa juga menikmati Kijang Kapsul.

Seseorang yang pakai mobil yang lebih nyaman, anggaplah nilai kenyamanannya 9. Rasa nyaman ini terasa signifikan waktu pertama ganti mobil. Namun lama kelamaan kenyamanan tersebut menjadi biasa rasanya sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu, hingga akhirnya nilai rasanya hanya tinggal 7 tidak jauh berbeda dengan Kijang Kapsul. Kenyamanan mobil ini baru terasa signifikan lagi, setelah saya naik mobil yang lebih rendah kualitas kenyamanannya. Inilah pentingnya variasi hidup, kadang naik angkot, kadang naik KRL, kadang makan di warteg.

Contoh lainnya, dulu saya pernah punya teman kantor sangat cantik dan seksi (maaf jika dianggap vulgar), saat itu saya menganggap nilainya 9. Lama kelamaan berinteraksi dengannya, nilai kecantikannya menjadi biasa dan turun hingga tinggal 7. Ternyata, kawan cantik satu ini punya sifat buruk, yaitu suka selingkuh dengan teman kantor pria yang masih muda. Seketika saya menjadi sebal dengannya dan nilainya anjlok di mata saya tinggal 4.

Di lain pihak, ada rekan kantor wanita yang sangat buruk rupanya, pertama kali bertemu mungkin nilainya 4. Namun lama kelamaan berinteraksi dengannya menjadi biasa dan menjadi tidak jelek-jelek amat, nilainya berangsur membaik menjadi 5,5. Apalagi setelah melihat akhlaknya yang baik, perhatian, santun, dan rajin shalat. Nilainya semakin naik hingga menjadi 7.

Hal inilah, yang dapat menjawab mengapa banyak pasangan suami-isteri artis yang ganteng dan cantik, namun umur perkawinannya tidak panjang. Ketika ukuran mereka hanya dilihat dari outer beautynya saja, maka berlakulah Marginal Utility yang nilainya semakin menurun.

Itulah pentingnya niat yang lurus dalam perkawinan. Jika menikah karena kecantikannya, keturunannya atau hartanya, maka menurun kualitasnya semua. Namun jika kita menikah karena agamanya maka “Tarobat yadaaka” kita akan merasa puas dan penuh keberkahan.

Jika kita menikah dengan niat yang benar, maka semakin berlalunya waktu kita akan semakin cinta dengan pasangan kita. Semakin cinta karena isteri kita pandai merawat anak-anak, semakin cinta kepada suami karena rajin shalat malam dan rajin berdakwah. Masya Allah…

Seorang tukang becak, yang biasa makan ngirit di warteg, suatu ketika diajak makan di Rumah Makan Sederhana, pake ayam pop atau ayam sayur, maka ia akan merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti di surga dunia. Sebaliknya seorang kaya, yang biasa makan di hotel-hotel berbintang, restoran-restoran kelas dunia, jika kita ajak makan di rumah makan biasa tentu menjadi sangat tidak berselera.

Inilah Maha Adilnya Allah SWT. Ternyata kenikmatan tidak selalu berbanding lurus dengan materi. Itu sebabnya orang barat berkata: “You can buy bed but not sleep, you can buy house but not home“. Dan kita teringat pada perkataan sayidina Ali ra bahwa “Orang yang paling kaya adalah orang yang paling qona’ah“. Qona’ah dan bersyukur merupakan kata kunci hidup bahagia, kehidupan yang memiliki nilai tambah dan keberkahan.

Dengan memahami hal ini dengan baik, kita akan bisa memandang kehidupan dunia dengan benar.
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." Al Hadid ayat 20. WaLlahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar