Mungkin kita berpikir, bahwa Doa yang Mustajab hanyalah diberikan kepada para WaliyuLlah (kekasih Allah). Sebenarnya, semua kita memiliki potensi doanya diistijabah oleh Allah SWT. Atau bahkan, kita semua punya potensi menjadi waliyuLlah. Menjadi waliyuLlah adalah obsesi setiap insan, karena waliyuLlah hidupnya tenteram dan bahagia. “Alaa inna auliyaa-Allaahi laa khoufun ‘alaihim walaa hum yahzanunn” Ingatlah sesungguhnya para wali Allah tidak merasakan ketakutan dan keresahan. Surah Yusuf 62.
Bukanlah merupakan suatu kesalahan, jika kita ingin melihat kejaiban dalam hidup kita, untuk lebih meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT dan hari akhir. Nabi Isa as pun meminta kepada Allah diturunkan makanan dari langit, dan Nabi Ibrahim as meminta bukti keajaiban dan dibuktikan oleh Allah SWT ketika menghidupkan kembali burung yang telah dipotong-potong dan ditempatkan di empat penjuru angin. Bayangkan, keimanan dan spiritual hamba akan semakin kuat ketika keajaiban-keajaiban terjelma seiring lantunan do’a yang ia panjatkan kepada Penciptanya.
Allah semakin senang manakala hamba-Nya sering berdo’a, menjadikan Allah sebagai gantungan hidup tempat mengadu. Dan sebaliknya tentu Allah jengah kepada manusia lemah yang sok kuat mengandalkan kekuatan otot dan otaknya yang tidak ada apa-apanya, sehingga tidak pernah bersandar pada-Nya Zat Yang Maha Kaya, Penguasa dan Pemilik Alam Semesta. Allah SWT akan berlepas dari seorang manusia sombong yang tidak mau bergantung dan meminta pada-Nya, dan selanjutnya nasib hidup hamba sombong tersebut hanya akan ditentukan oleh otot dan otaknya sendiri.
Pertama, sadarilah bahwa makshiyat akan menghijab do’a. Itulah sebabnya mengapa do’a selalu diawali dengan istighfar dan taubat. Bahkan, istighfar ternyata berhubungan erat dengan rizki material, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Nuh 10-12 :
“Maka, aku berkata (kepada mereka): “beristighfarlah (mohon ampun) pada Tuhanmu, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu”
Perbanyak istighfar, jauhi makshiyat dan dosa. Maka lambat laun kita memiliki hati yang sensitif (hasasiyatul qolb). Ketika kita berbuat makshiyat atau lupa istighfar, terasa hati ini jauh dari Allah, dan do’a-do’a kita menjadi sulit diistijabah. Kalau sudah begini, dengan sendirinya secara otomatis kita akan takut berbuat dosa.
Allah semakin senang manakala hamba-Nya sering berdo’a, menjadikan Allah sebagai gantungan hidup tempat mengadu. Dan sebaliknya tentu Allah jengah kepada manusia lemah yang sok kuat mengandalkan kekuatan otot dan otaknya yang tidak ada apa-apanya, sehingga tidak pernah bersandar pada-Nya Zat Yang Maha Kaya, Penguasa dan Pemilik Alam Semesta. Allah SWT akan berlepas dari seorang manusia sombong yang tidak mau bergantung dan meminta pada-Nya, dan selanjutnya nasib hidup hamba sombong tersebut hanya akan ditentukan oleh otot dan otaknya sendiri.
Pertama, sadarilah bahwa makshiyat akan menghijab do’a. Itulah sebabnya mengapa do’a selalu diawali dengan istighfar dan taubat. Bahkan, istighfar ternyata berhubungan erat dengan rizki material, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Nuh 10-12 :
“Maka, aku berkata (kepada mereka): “beristighfarlah (mohon ampun) pada Tuhanmu, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu”
Perbanyak istighfar, jauhi makshiyat dan dosa. Maka lambat laun kita memiliki hati yang sensitif (hasasiyatul qolb). Ketika kita berbuat makshiyat atau lupa istighfar, terasa hati ini jauh dari Allah, dan do’a-do’a kita menjadi sulit diistijabah. Kalau sudah begini, dengan sendirinya secara otomatis kita akan takut berbuat dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar